Sabtu, 07 Maret 2015

Surat Untuk Ibu Di Hari Perempuan Se Dunia

(Bagian II)

Oleh: Tinta Merah

Embun terhisap mentari
Ia tak menyesal apalagi iri
Karena senja membawa hidup kembali
Lalu fajar membuka pagi

Tapi perempuan bukan embun
Jika dihisap harus merumpun
Kemarahan harus dihimpun
Agar penindas minta ampun!!!
***

Aku lupa menanyakan kekasihmu. Apa kabar dia? Aduhai. Kalian pasangan yang membuatku sering iri. Setiap mentari mulai mendayung lalu melabuh di pundak senja, kekasihmu, sang petani itu, mulai menuruni hamparan bukit cengkeh. Ketika sekarung pala di banting dari pundaknya, Ia tak bertanya di mana secangkir teh panas, namun yang dicari kehangatan pelukmu semata. Ah, Ibuku sayang. Engkau telah berhasil menemukan jarum di dalam gubuk jerami. Kekasihmu adalah seorang lelaki manis di antara jutaan lelaki sadis.

Rabu, 04 Maret 2015

Surat Untuk Ibu Di Hari Perempuan Se-Dunia

(Bagian I)
Oleh : Tinta Merah


Bak air mendidih meluap emosi
Tarian Tinta menyobek kertas relung
Amarahku tak tertakar
Tak  terkapar
Sebab hangatnya pelukmu satu-satunya penawar
Namun harga jarak tak bisa ditawar!

Seperti biasa, kutumpahkan
Kesal yang mengepal
Di atas lembaran tanpa sesal

***

Ibu...
Apa kabarmu?
Sehatkah kau di sana?
Ah, patutnya aku tak bertanya lagi. Sebab tentu kau tak sedang baik-baik saja. Bagaimana bisa kau sehat jika di saat para penguasa dan orang kaya tidur nyenyak di Pukul 01.00 dini hari, saat itu pula kau terpaksa harus bangun. Menyiapkan dagangan, menyapa fajar dalam ayunan langkah kaki, menelusuri gang-gang, lorong-lorong kampung demi kampung. Mendagangkan setitik harapan yang tak diharap para penguasa.

Minggu, 01 Maret 2015

SOLIDARITAS UNTUK WARGA GANE SERUKAN USIR KORPORASI SAWIT PT. KORINDO DAN LAWAN POLITIK PERAMPASAN TANAH!


Poster Aksi Budaya
Yogyakarta – Bertepatan malam minggu, Sabtu 28 Februari 2015, sekitar pukul 19.00, Alun-alun Kidul Yogyakarta mulai dipenuhi oleh muda-mudi dan warga lainnya yang sekedar datang mencari hiburan di tempat pariwisata tersebut. Hanya saja ada yang beda pada malam minggu kemarin, Alkid menjadi ramai oleh puluhan muda-mudi yang membuat lingkaran tepat di utara lapangan. Semakin membuat penasaran, karena lingkaran yang tadinya hanya puluhan tak lama menjadi kerumunan yang jumlahnya bisa ratusan. Bagaimana tidak, kermununan tersebut menyita seluruh perhatian warga yogyakarta yang tengah mencari hiburan di Alkid dengan bunyi-bunyian alat musik tradisional Tifa, Gong dan pementasan teater, tari-tarian serta permainan daerah.

Ya, tepat. Aksi budaya. Aksi budaya yang tak lazim seperti biasanya dilakukan oleh pemda Yogyakarta. Menurut Aby, salah satu Humas dari Solidaritas Untuk Masyarakat Gane mengatakan aksi budaya yang digelar kelompoknya adalah untuk memberikan solidaritas kepada masyarakat Gane yang sedang melawan politik perampasan tanah oleh perusahaan sawit PT. Korindo dan pemda setempat. Ia lalu menjelaskan tentang situasi Gane. Menurutnya, Gane, sebuah daerah di Halmahera Selatan, Maluku Utara saat ini semakin mencekam. Negara dan korporasi sawit PT. Korindo milik Korea terus melakukan penggusuran hutan dan lahan garapan warga untuk kepentingan perluasan persemaian bibit sawit. Petani Gane tiap hari ke kebun tidak hanya membawa parang dan dayung, tapi juga membawa