Minggu, 02 Desember 2018

Pernyataan Sikap 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan




Tindak kekerasan seksual  semakin meresahkan. Hampir setiap hari kita bisa melihat di berbagai media kasus kekerasan seksual,  banyak sekali terjadi. Bahkan korban tidak pandang umur mulai dari anak perempuan dan laki sampai orang dewasa. Kejadiannya terjadi di mana saja mulai dari rumah, tempat kerja, jalan, angkutan umum dll. Pelakunya pun bisa siapa saja , mengutip data dari komnas perempuan.

1.       Ranah Privat/Personal CATAHU 2018 menunjukkan hal yang baru, berdasarkan laporan kekerasan di ranah privat/personal yang diterima mitra pengadalayanan, terdapat angka kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu sebanyak 2.227 kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yakni 5.167 kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran merupakan angka ketiga terbanyak setelah kekerasan terhadap anak yaitu 1.873 kasus.
2.       Ranah Publik/ Komunitas  Kekerasan di ranah publik mencapai angka 3.528 kasus (26%), di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.670 kasus (76%), diikuti berturut-turut: kekerasan fisik 466 kasus (13%), kekerasan psikis 198 kasus (6%), dan kategori khusus yakni traf icking 191 kasus (5%), dan kasus pekerja migran 3 kasus.
3.       Ranah Negara ,Di Ranah (yang menjadi tanggung jawab) Negara, dari sebanyak 247 kasus adalah kasus kriminalisasi dalam konflik sumber daya alam, termasuk diantaranya penggusuran di wilayah Bali, Jawa Barat, Jakarta, dan Sulawesi Selatan

Situasi di atas menunjukan bahwa di mana pun dan kapan  pun setiap perempuan terancam oleh tindakan kekerasan seksual secara fisik maupun verbal. Kongkritnya bisa di lihat kasus-kasus terbaru saat ini Agni mahasiswa UGM yang diperkosa oleh temannya sendiri, begitu pun Nurul Guru honorer di salah satu sekolah di Mataram ,terkena di jerat dengan UU ITE dengan tuduhan pencemaran audio percakapan mesum dan masih banyak lagi kasus kekerasan seksual lainnya.
Pemerintah yang seharusnya menciptakan ruang aman bagi perempuan malah berbalik membuat regulasi – regulasi anti terehadap perempuan ataupun menyerang tubuh perempuan bahkan menganggap perempuan hanya sebagai objek seksual. Bahkan bermunculan geraka-gerakan intoleransi dan anti kebergaman juga ikut serta melegalkan penindasan terhadap perempuan. Untuk itu kami Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta dan Perempuan Kritis,menyatakan sikap secara tegas bahwa RUU Penanganan Kekerasan Seksual harus segera di sahkan oleh pemerintah menjadi Undang-undang , agar kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan bisa mampu kemudian di selesaikan. Namun bukan saja berharap pada pemerintah teteapi kekuatan utamanya adalah rakyat itu sendiri. Perempuan harus berorganisasi bergerak bersama memabagun gerakan melawan kekerasan terhadap perempuan, melibatkan partisipasi seluruh rakyat menghapus stigma-stigma yang mendriskiminasi perempuan. Juga kami menyerukan kepada perempuan yang menjadi korban kesalahan ada pada pelaku, ayo bangkit dan lawan segala bentuk kekerasan seksual dan penindasan manusia atas manusia serta hancurkan patriarki dan kapitalisme.
Perempuan Kritis
Cakrawala Mahasiswa JOGJA