Selasa, 20 Agustus 2019

Manifestasi tuhan ku, Ayah, Ibu


 

Hari berganti hari, waktu berganti waktu, mengajaku mengulas tanya demi tanya!

Mengapa kaki kau yang harus lemah saat kakiku mulai tegap menginjaki bumi?

Mengapa tangan kau yang harus lesu saat jari jemariku mulai erat menggenggam harapan?

Mengapa harus langkah kau yang lambat saat aku mulai mencoba tuk berlari melintasi semsesta?

Oowh, kapan lagi ku melihat lincahnya gerak kau saat aku kau pangku  dan kau genggam penuh kasih!

 

Engkau menjadi atap saat ganasnya panas mentari  yg tak kenal rupa, menghanguskan dinding dinding buana.

Engkau bagai percikan nur rembulan penerang malamku saat swastamita meranjak pergi sore ini

Kini kaupun menua saat aku telah  diajari melawan derasnya arus waktu

Kini kaupun menua saat aku kau bentengi dari serangan fajar hitam yng mengancam

Kini kaupun menua

Menua saat asupan darah dagingku kau cukupkan

 

Aku adalah debu tanpa tulusnya deritamu penuh kasih

Aku adalah mata air yang mengering tanpa derasnya cucuran keringatmu

Aku adalah tulang benulang tak berjiwa  tanpa tetesan sakralnya air susumu Kini kaupun menua

 

Muhammad Yapon

(Yogjakarta, 19 Agustus 2019)

Neneku Seorang Pelaut



Nusantaraku kemana mana

Madagasgar katanya?

Kebun kembang wangin alam

 

Maritim kata kau?

Pulau samudera indah?

Orang orang membuat kapal dari sini hingga Afrika

 

Wahai maritim

Hay madagasgar

Engkaulah guru seluruh dunia

Engkau ada di tanah ini

 

Nusatara ? Apa Indonesia?

Ha ha ha maritime kata kau

Madagasgar katanya

 

Kasihku iya sekarang seperti lilin

Gunung api yang lama mati

Seperti lilin dibakari

 


Air yang dimasaki

Profit yang dieskploitasi

Selangkangan yang dihisapi

Seperti semesta yang di kapitalisasi

 

Kekasihku !

Aku ingin menemukan rumah perdamaian

Aku ingin bersama kau dalam damai kasih dan cinta

Tapi kini hilang sirna


Haji Limbong

Yogyakarta 19 Agustus 2019