Warga Rembang dan Mahasiswa Jogja Geruduk UGM |
Jogja – #RembangMelawan. Mendengar dan melihat kesaksian dari dosen
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Eko Haryono dan Heru Hendrayana di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, pada Kamis, 19 Maret 2015 kami
prihatin dan kecewa. Keterangan kedua dosen tersebut telah mengkhianati rakyat.
Keduanya bersaksi untuk perusahaan, dan tidak sedikitpun berpihak pada rakyat
yang berjuang mempertahankan sumber mata air dan kelestarian pegunungan Kendeng
Utara.
Sukinah mewakili ibu-ibu mengatakan, yang kami ketehai UGM adalah kampus
rakyat dan dibiayai dari pajak rakyat, sudah seharusnya membela kepentingan
rakyat, dan ikut berjuang menyelamatkan sumber
mata air, kawasan karst serta
menjaga kelestarian lingkungan. Namun faktanya dosen di UGM telah memberikan
kesaksian yang menyakiti hati nurani kami sebagai rakyat, mengatakan bahwa di
pegunungan Kendeng boleh dilakukan pertambangan dan tidak akan berdampak pada
hilangnya sumber mata air.
“Jika kerja di kampus yang dibiaya rakyat, seharusnya dosen berjuang untuk
rakyat” kata Sukinah. Lebih dari ribuan warga di lereng Pegunungan Kendeng
bertumpu pada penghasilan sebagai petani dan peternak. Adapun sumber mata air
untuk pertanian, ternak dan kebutuhan hidup sehari-hari berasal dari sumber
mata air dari pegunungan kendeng. Lahan pertanian yang subur dan ternak sudah
mencukupi kehidupan warga hingga menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke
perguruan tinggi. Pertambangan Semen tidak akan pernah menyejahterakan
masyarakat di Rembang (Pegunungan Kendeng) namun pertanian dan ternak telah
membuktikan dapat menyejahterakan masyarakat dari zaman nenek moyang kami
terdahulu.
Joko Prianto, warga Tegalwodo selaku salah satu penggugat PT. Semen
Indonesia yang akan menambang di Rembang mengatakan, kami mendengar kesaksian
kedua dosen yang mengatakan bahwa tidak masalah menambang di kawasan Karst
karena tidak dilindungi, namun faktanya kawasan karst itu menjadi daerah
resapan air dan dilindungi dalam RTRW Kab. Rembang sebagai daerah imbuhan air. Yang
membuat kami kecewa adalah dosen UGM tidak pernah berfikir matang bawah jika
tetap melakukan pertambangan maka sumber air akan hilang, dan mematikan sumber
kehidupan dan pekerjaan ribuan desa Tegalwodo, desa Timbrangan dan desa lainnya
yang akan terdampak.
“Pikirkan dampak jangka panjangnya bagi masyarakat, bagi alam dan
lingkungan. Jangan berpikir untuk kepentingan sesaat kalian yang dibayar perusahaan
untuk bersaksi dan mengkhianati rakyat” tegas Joko Prianto. Ia menambahkan,
kami mengecam dan kecewa atas sikap kedua dosen UGM yang telah membeikan
keterangan saksi ahli dan lebih membela kepentingan perusahaan dari pada
kepentingan rakyat. Keduanya tidak pernah melihat langsung apa yang ada
dilokasi pegunungan Kendeng, keduanya bersaksi hanya berdasarkan teori
keilmuannya saja. Kami meminta rektor UGM untuk memberikan tindakan tegas
terhadap kedua dosen tersebut, karena keilmuannya dijual untuk mengkhianati
rakyat.
“Jika UGM tidak memberikan tindakan kepada kedua dosen tersebut, maka tidka
pantas UGM diberikan jargon kampus rakyat, lebih pantas sebagai kampus para
investor, penindas rakyat dn perusak lingkungan” tambah Joko Prianto.