(Sebuah Solidaritas dan Salam Perkenalan
Untuk kawan-kawan Lingkar Mahasiswa Kerakyatan – Mamuju)
Sekilas Situasi
Nasional
Sistem ekonomi politik
neoliberalisme, paska 1998, ternyata berbalik arah dari ekspektasi gerakan
mahasiswa saat menjatuhkan rezim dictator militeristik, Soeharto. Gerakan
mahasiswa saat itu terkesan fokus pada senjata dan anti demokrasi ala orde
baru. Sehingga euforia akan hadirnya demokrasi yang sejati membuat gerakan
mahasiswa cenderung lupa bahwa selama 32 tahun Soeharto sukses menghidupkan
watak-watak anti demokrasi, KKN, dan borjuisme di dalam pemerintahan, serta
yang terpenting menyuburkan aliran investasi modal asing dan swasta berikut
kekuatan militer Tentara dan polisi di seluruh Indonesia.
![]() |
Konferensi Lingkar Mahasiswa Kerakyatan |
Di tahun 2003, ketika Megawati
memimpin, ratusan BUMN dijual dan diprivatisasi begitu saja kepada asing dan
swasta. Anak Soekarno yang ingkar terhadap perjuangan ayahnya ini, pun, membuat
PP tentang larangan mengkritik pejabat tinggi, termasuk mengkritik Presiden.
Alhasil, banyak mahasiswa dijebloskan ke penjara karena membakar foto atau
sekedar mengkritik Mega saat demonstrasi. Kemudian, 10 tahun memimpin, SBY, sukses
mengesahkan puluhan UU anti demokrasi. Diataranya UU Penanganan Konflik Sosial,
UU Ormas, UU Keamanan Nasional, dan masih banyak lagi regulasi pembungkam suara
kritis rakyat. Tak sampai disitu, SBY yang pandai pencitraan ini ternyata juga
mengesahkan kebijakan Mega Proyek Masterplan Proyek Percepatan Pembangunan
Ekonomi Indonesia yang mulai berlaku sejak tahun 2014 hingga 2025. Proyek ini
dilakukan di seluruh Indonesia. Kita tak perlu berbangga hati jika di
daerah-daerah terpencil yang sebelumnya tak pernah tersentuh oleh pembangunan,
tiba-tiba dibangun rel kereta api, pelabuhan internasional, atau Bandara
internasional. Sebab pembangunan fasilitas tersebut bukan agar rakyat dengan
mudah dan murah mengakses perkotaan atau modernitas, tetapi proyek tersebut
semata-mata untuk memuluskan dan melancarkan arus modal investasi besar milik
kapitalis-kapitalis yang akan menggerogoti kekayaan alam di seluruh daerah di
Indonesia. Kapitalisme tidak ikhlas satu detik terbuang tanpa adanya akumulasi
nilai penghisapan. Fasilitas yang dibangun untuk memaksimalkan penghisapan alam
dan manusia. Tambang-tambang baru dibuka, industry kelapa sawit ada
dimana-mana. Jaringan Anti Tambang (Jatam) menyebut 35 persen
daratan Indonesia, diijinkan untuk dibongkar
oleh industri pertambangan; Sawit Wacth
menyatakan hingga Juni 2010, pemerintah telah
menyerahkan 9,4 juta hektar tanah dan
akan mencapai 26,7 juta hektar tahun 2020
kepada 30 grup besar yang mengontrol 600
perusahaan[1].
Kata Karl Marx, inilah akumulasi primitive!
Di penghujung kepemimpinan SBY,
ia tak tanggung-tanggung menambah kesengsaraan rakyat dengan menjerumuskan
bangsa ini kejurang pasar bebas Asean Economic Community atau Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). Perdangangan yang tak kenal batas negara ini,
berkonsekuensi semakin panjangnya barisan pengangguran di Indonesia. Pasalnya,
jutaan pekerja asing akan diterjunkan di Indonesia. Kita tahu bersama,
bobroknya system pendidikan yang mahal dan tak terakses oleh rakyat miskin
berakibat pekerja Indonesia tak laku dalam logika pasar tenaga kerja ala
kapitalisme.
Baru beberapa bulan memimpin,
Joko Widodo sudah berani menaikkan harga BBM. Presiden yang pernah diharapkan
oleh sebagian masyarakat akan membawa perubahan justru sebaliknya menunjukan
dimana keberpihakannya. Dengan jelas Jokowi menunjukan siapa majikannya. Tentu
bukan rakyat. Para pengusaha dan militer tentu saja tuannya. Saat ini kita
sedang menyaksikan jutaan buruh di Indonesia tengah dan terus menyiapkan mogok
nasioanal demi mencabut PP Pengupahan no 78 tahun 2015, yang disahkan jokowi di
bulan Oktober lalu. PP ini merupakah kebijakan politik upah murah, anti serikat
dan tentunya anti buruh.
- Penghapusan control atas harga komoditi, factor produksi dan mata uang
- Pengurangan defisit anggaran pemeritah atau bank sentral ke tingkat yang bisa dibiayai tanpa memakai inflationary financing
- Pengurangan belanja pemerintah dan pengalihan belanja dari bidang-bidang yang secara politis sensitive, seperti administrasi pemerintahan, tanah, subsidi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya yang ‘boros’ atau tidak ‘menguntungkan’ bagi capitalis.
- Perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mempertajam intense bagi pembayar pajak.
- Menghapus pemberian tingkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewa dan mengenakan tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari tingkat inflasi.
- Memerlukan mata uang yang tunggal dan kompetitif untuk meningkatkan ekspor dan laju kapital.
- Perdanganan bebas, berarti mengurangi dan atau menghilangkan pajak bea cukai
- Privatisasi seluruh aset negara. Negara tidak perlu ada perusahaan sejenis BUMN. Serahkan semua ke pasar.
- Pengurangan belanja negara. Negara tidak perlu membelanjakan hal yang tidak perlu, sebab, dana tersebut akan dipakai untuk bail out bagi perusahaan yang mengalami kebangkrutan
- Penghapusan terhadap hambatan masuknya perusahaan asing ke Indonesia. Perusahaan asing harus boleh bersaing dengan perusahaan nasional secara setara
- Semua aturan perundang-undangan harus mengikuti permainan pasar. Tidak boleh ada aturan yang menghalangi masuknya perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan membatasi persainga.
- System hukum yang belaku harus bisa menjamin perlindungan hak milik atas tanah, kapital dan bangunan.
Semua poin-poin neoliberalisme
yang tersebut diatas telah kita rasakan bersama. Sentralisasi capital di
negara-negara miskin sudah diramalkan oleh Marx jauh hari. Negara tidak lain
hanyalah pelayan sempurna korporasi. Tapi siapa yang menyadari?
Apa Kabar Gerakan Mahasiswa?
Pertanyaan ini bukan dari
penulis, atau dari organisasi mahasiswa. Pertanyaan ini keluar dari mulut kawan-kawan
seperjuangan di sector lain. Buruh, petani, kaum miskin kota, dan
kelompok-kelompok marjinal lainnya bertanya. Apa kabar gerakan mahasiswa?
Pertanyaan in bukan tanpa dasar.
Pertanyaan yang filosofis sekaligus mencambuk! Ketika buruh menutup pabrik,
membanjiri jalan raya, memblokir tol, mengepung pusat pemerintahan, mahasiswa
masih sibuk dengan tugas kuliah. Ketika petani digebuk militer, mahasiswa masih sibuk debat kusir. Ketika orang
Papua ditembak setiap hari, gerakan mahasiswa lagi sibuk memecah belah.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyACWhais28BojsoufUjh5N_TeUl06_X-rRUmV5nGivxolZ2ofu9vxrrAgyhyphenhyphenjsFB-NzrjL80BJ-bSzUWvMiIL-cAvTY5ArZcKj0_h5PuELgcrnUsZJvzBc05xYh0uPxDcvg_dOSWup19Z/s320/kp.jpg)
Lantas jika sama tujuan, apa yang
membuat gerakan mahasiswa tidak bisa menyatu? Sebetulnya banyak yang membuat
mahasiswa belum menyatukan kekuatan dalam satu perjuangan yang kuat dan solid.
Tumbangnya orba, diukuti oleh tumbangnya atmosfir perlawanan mahasiswa. Jurang
dan tembok menara gading dibuat sedemikian rupa oleh kurikulum dan struct
ural
kampus. Sehingga gerakan mahasiswa menjadi tidak bisa melihat adanya
peluang-peluang persatuan yang bisa menjadi kekuatan dalam perjuangannya.
Adalah Camila Vallejo dan federasi
gerakan mahasiswa Chille memberikan gambaran kepada kita semua bahwa perjuangan
gerakan mahasiswa bisa disatukan dalam sebuah konsep federasi. Perbedaan bisa
disatukan, tentu dengan tidak meleburkan perbedaan menjadi pemaksaan persamaan.
Federasi mahasiswa di Chille mengajarkan bahwa kesamaan tujuan dan platform
perjuangan bisa menjadi kekuatan baru untuk memenangkan apa yang kita tuntut.
Kawan-kawan Lingkar Mahasiswa
Kerakyatan…
Federasi Mahasiswa Kerakyatan,
ialah harapan. Harapan akan alat persatuan perjuangan mahasiswa. Secara konsep
dan semangat, diserap dari Chille. Tapi, pengamalan juang kita selalu menjadi
guru terbaik. Pengalaman terpecah belah organisasi unitaris. Federasi Mahasiswa
Kerakyatan adalah alat pemersatu yang menyatukan tanpa meleburkan perbedaan
menjadi harapan kami. Semoga ini menjadi harapan kawan-kawan Lingkar Mahasiswa
Kerakyatan. Selamat berkonferensi, kawan. Selamat bergabung dalam perjuangan
Federasi Mahasiswa Kerakyatan.
Mari meluas, membangun dan
melawan!
Salam Perjuangan!
Hormat kami
Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta
Cakrawala Mahasiwa Ternate