TUNTUT KESEJAHTERAAN BURUH & PENDIDIKAN GRATIS, ILMIAH DAN
DEMOKRATIS!
Selamat datang di bulan Mei,
bulan perlawanan rakyat. Di Indonesia, bulan Mei menjadi bulan yang penuh
dengan peristiwa perlawanan rakyat. Terutama 01 Mei atau Hari Buruh se dunia
dan 02 Mei yaitu Hari Pendidikan
Nasional. 2 hari ini direspon dengan aksi berturut-turut oleh gerakan buruh dan
mahasiswa.
I.
Kapitalisme
Mengeksploitasi Buruh, Memprivatisasi Pendidikan
Proyek pembangunan Industrialisasi
di Indonesia yang di mulai sejak 1967 hingga kini nyatanya tak sebanding dengan
membangun kesejahteraan buruhnya. Kondisi kehidupan buruh cukup mengenaskan.
Buruh, sang produsen sekaligus sumber penghasil profit bagi pengusaha,
mendapati hidupnya dalam kesengsaraan. Hasil produksi tangannya sendiri pun tak
sanggup dinikmati oleh buruh karena upah yang sangat jauh dari kebutuhan hidup
layak. Belakangan ini, gerakan buruh terus menuntut hak normatif, salah satu
adalah upah layak. Tuntutan ini bukan tanpa landasan dan penuh perhitungan,
upah yang
diterima buruh setiap bulan jauh dari Kebutuhan Hidup Layak atau KHL selayaknya manusia. Buruh dipaksa tinggal di kamar kos yang sempit, tak boleh bermimpi dirinya dan keluarga buruh mengkonsumsi gizi yang cukup, tak boleh berhayal anak-anaknya bisa berpendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Jika manusia butuh berekreasi, maka buruh tak bisa menikmati hal itu sebab KHL menurut pemerintah tak ada biaya untuk piknik. Selain upah, buruh di dalam sistem kapitalisme yang menghisap ini, juga mengalami peninndasan yang cukup berlipat – lipat. Mayoritas buruh di Indonesia masih berstatus kerja sebagai buruh kontrak dan outsourcing. Mereka setiap saat di hantui dengan Pemutusan Hubungan Kerja. Status kerja ini sangat menguntungkan pihak perusahaan sebab, buruh dipaksa untuk tidak memprotes apa yang dialaminya. Lain lagi dengan buruh perempuan, cuti haid, cuti melahirkan dan menyusui yang sudah diakomodir dalam Undang – Undang Perburuan tidak pernah dipenuhi oleh pengusaha. Sehingga perempuan yang hamil seringkali menjadi korban PHK sepihak pengusaha.
Di sisi lain, dunia pendidikan
saat ini sudah semakin diliberalisasikan. Sejak tahun 1995 Indonesia masuk
menjadi anggota WTO, Indonesia langsung untuk meratifikasi semua perjanjian
–perjanjian perdagangan multirateral yang mengatur tata perdagangan barang,
jasa dan Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS) sesuai aturan
perdaganan WTO yang tertanam melalui Generan Agreement On Trade In Service
(GATS). Dunia pendidikan adalah salah satu korbannya. Sistem pendidikan bukan
lagi untuk membangun tenaga manusia atau sebagai alat pembebasan manusia dari
segala kebodohan dan penindasan, justru malah dikomersialkan dan dilemparkan
begitu saja ke mulut pasar. Akhirnya, biaya pendidikan semakin mahal tak dapat
dihindari. Hingga kini, jumlah orang miskin di Indonesia yang tidak bisa menikmati
pendidikan semakin bertambah. 70 tahun telah merdeka, tapi tingkat buta huruf
masih tinggi. Tak sedikit pelajar yang di drop
– out karena tak sanggup membayar
uang sekolah maupun uang kuliah akibat mahalnya biaya pendidikan. 2 tahun lalu,
SBY dan menteri pendidikan mengeluarkan kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Sebuah kebijakan yang bertujuan melepaskan tanggung jawab Negara terhadap
pembiayaan pendidikan. Rakyat dipaksa untuk saling mengsubsidi satu sama lain.
UKT adalah salah satu kebijakan turunan dari UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Kedua
UU tersebut mendorong penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilakukan secara
mandiri oleh pihak sekolah, kampus dan masyarakat dalam pembiayaannya. Selain
dengan melepas tanggung jawab Negara, kebijakan tersebut untuk membuka peluang
bagi investor jasa untuk masuk dalam urat nadi system pendidikan. Tak hanya
disitu saja, persoalan pendidikan terutama pendidikan tinggi adalah semakin tidak
demokratisnya atmosfir keilmuan di kampus. Belakanga ini, ruang-ruang diskusi
di kampus mulai dipersempit. Pemutaran film dan diskusi sejarah, bedah buku,
aksi dukungan mahasiswa untuk kelompok rakyat yang bergerak di habisi oleh
kelompok – kelompok fundamentalisme dan pihak kampus.
II.
Berjuang
Bersama Buruh & Rakyat!
Dua persoalan di atas di dunia
perburuan dan pendidikan di atas memberikan kita sebuah kesimpulan bahwa
kekuasaan modal besar atau system kapitalisme membuat buruh dan mahasiswa makin
tertindas. Kapitalisme mengeksploitasi tenaga buruh dan merampas nilai lebih
yang dihasilkan buruh sehingga buruh tak bisa bermimpi untuk mengenyam
pendidikan tinggi, juga anaknya.
Sementara mahasiswa, adalah calon
buruh masa depan yang akan mengalami hal yang sama. Mahasiswa, selain dunia
pendidikannya di privatisasi oleh kapitalisme, pengetahuan yang ia terima di
universitas – universtas diarahkan untuk menjadi buruh murah berpengetahuan di
masa yang akan datang.
Buruh dan Mahasiswa adalah rakyat
yang sama-sama diekploitasi oleh system ekonomi – politik kapitalisme. Untuk
itu, mahasiswa perlu dan wajib bersolidaritas terhadap gerakan buruh dalam
memperjuangkan kesejahteraannya. Begitu pula sebaliknya, buruh selain bicara
soal upah dan hak – hak normative lainnya, ia harus menuntut pendidikan gratis,
ilmiah dan demokratis.
Untuk itu, Komite Persiapan – Federasi Mahasiswa Kerakyatan (KP – FMK) menyerukan
kepada seluruh mahasiswa dan Jaringan federasi di seluruh Indonesia untuk
terlibat dan mengorganisirkan diri dalam Aksi Serentak Nasional pada tanggal 01
Mei Hari Buruh Se Dunia dan 02 Mei Hari Pendidikan Nasional. Berjuang bersama
buruh dan gerakan rakyat lainnya. Bangun persatuan gerakan mahasiswa.
KOMITE PERSIAPAN – FEDERASI MAHASISWA KERAKYATAN (KP -FMK)