“TOLAK PENGGUSURAN NOL KM & HENTIKAN PREMANISME TERHADAP PKL”
Belakangan
ini di Yogyakarta, sering terjadi penggusuran. Baik itu punggusuran terhadap
rumah warga yang tanahnya diklaim (oleh pemda) sebagai milik SAG/PAG, penggusuran
terhadap warga pinggiran kali dan penggusuran terhadap Pedagang Kaki Lima atau
PKL. Demikian juga nasib yang sama menimpa pedagang kali lima di seputaran Nol
KM. Kawasan yang setiap sore hingga dini hari diramaikan oleh warga yang
mencari hiburan atau sekedar datang melihat suasana kota jogja tersebut, ternyata
menyimpan duka yang dalam bagi PKL yang mencari hidup di sana. Ratusan
masyarakat yang mencari sesuap nasi dengan mendagangkan dagangan yang tak
seberapa untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, malah mendapat respon negatif
dari pemerintah kota.
Pedagang Kaki Lima Nol KM dianggap sebagai warga sampah dan pengganggu sehingga harus di usir demi keindahan kota. Keberadaan pedagang kaki lima ini adalah bukti nyata bahwa kehadiran mereka disebabkan oleh ketidakhadiran negara untuk memberikan lapangan kerja yang layak. PKL Nol KM adalah pedagan kecil dengan modal yang sangat kecil. Sehingga tidak sanggup mengakses pasar-pasar yang mewajibkan PKl untuk membayar biaya sewa tempat.
Pedagang Kaki Lima Nol KM dianggap sebagai warga sampah dan pengganggu sehingga harus di usir demi keindahan kota. Keberadaan pedagang kaki lima ini adalah bukti nyata bahwa kehadiran mereka disebabkan oleh ketidakhadiran negara untuk memberikan lapangan kerja yang layak. PKL Nol KM adalah pedagan kecil dengan modal yang sangat kecil. Sehingga tidak sanggup mengakses pasar-pasar yang mewajibkan PKl untuk membayar biaya sewa tempat.
Sejak
tahun 2002, disahkan Peraturan daerah no 26 tentang penataan pedagang kaki
lima. 8 tahun kemudian, pemerintah kota Yogyakarta mengeluarkan Peraturan
Walikota nomor 37 tentang penataan pedagang kaki lima kawasan khusus malioboro
– A. Yani. Kedua peraturan ini kemudian dijalankan untuk mengusir pedagang kaki
lima di Nol KM yang dianggap mengotori keindahan kota Jogja. Metode pengusiran
pun dieksekusi oleh Satuan Polisi Pamong Praja atau SATPOL-PP. Dari sini,
mulailah terjadi perampasan dagangan PKl oleh satpol pp bahkan beberapa PKL
pernah direpresi oleh petugas ini. Tak sampai disitu saja, karena perlawanan
PKL Nol KM terhadap pemkot dan kebijakan tersebut terus dikencangkan, kini,
pemkot tak hanya menurunkan Satpol PP tapi sudah menggunakan jasa preman.
Puluhan preman terhitung sejak tanggal 9 Maret 2015 hingga kini berjaga-jaga di
sepanjang trotoar depan benteng Vredeburg hingga di depan Monumen 1 Maret.
Tujuan ditempatkan preman ini tak lain untuk menggusur PKL yang berdagang
disana. Kebijakan ini tentu aneh. Yogyakarta 3 tahun belakangan ini terkenal
dengan kampanye pemberantasan premanisme. Namun mengapa pemkot memakai jasa
preman untuk mengatasi PKL?
Dari
situasi yang kami ungkap di atas, ini jelas bahwa pemkot Jogja telah melakukan
pelanggaran terhadap hak asasi rakyat. Di dalam Konstitusi negara telah
disebutkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan” (UUD 1945
pasal 27 ayat 2 )dan “Setiap orang berhak untuk hidup serta brehak mempertahankan
hidup dan kehidupannya” (UUD 1945 pasal 28A). Cita-cita keadilan sosial dan
kesejaheraan rakyat hanyalah isapan jempol semata jika kebijakan-kebijakan yang
dibuat hanya untuk mementingkan kepentingan pengusaha dan pemerintah semata
tanpa melihat kebutuhan rakyat.
Situasi
PKL Nol KM yang berjualan di titik nol Km dikarenakan negara tidak memberikan
pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Sehingga rakyat harus mencari sendiri
untuk menghidupi keluarganya. posisi
pemerintah kota yogyakarta justru tidak berpihak kepada kepentingan
rakyatnya. Di tahun 2013, PKL Nol KM telah berupaya untuk audiensi dengan
pemkot jogja, namun usaha tersebut tidak dihiraukan oleh pemkot Jogja. Tak
hanya NOL KM, di pasar-pasar pun bisa digusur demi kepentingannya dan para
pengusaha.
Untuk
itu, kami yang tergabung dalam PEDAGANG
MERDEKA NOL KM menuntut “TOLAK
PENGGUSURAN NOL KM DAN STOP PREMANISME TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA!”.
Dengan tuntutan-tuntan sebagai berikut :
- 1. Cabut Perda nomer 26 tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Walikota nomor 37 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Malioboro – A.Yani
- 2. Hentikan kekerasan dan teror oleh Satpol PP dan Preman bayaran terhadap Pedagang Kaki Lima Nol KM
- 3. Berikan kebebasan berjualan bagi PKL NOL KM tanpa teror, ancaman dan kekerasan
- 4. Kembalikan barang dagangan PKL yang dirampas oleh satpol PP dan Preman
- 5. Berikan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat
- 6. Bubarkan satpol PP sekarang juga!
- 7. Stop diskriminasi dan rasisme
- 8. Turunkan Haryadi sekarang juga!
Kami
juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia mari rapatkan barisan, satukan
kekuatan lawan penggusuran dalam bentuk apa pun yang dilakukan oleh penguasa
dan pengusaha! Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan!
Koordinator lapangan
Gonjales
PEDAGANG MERDEKA NOL KM
PAMER NOL KM,Cakrawala
Mahasiswa Yogyakarta, FAM-J, SEBUMI, Perempuan Mahardhika, BEM UIN SUKA, BEM
UST Taman Siswa, IPMKRY