Selasa, 10 Maret 2015

Pernyataan Sikap Aliansi Mahasiswa Untuk Perempuan (AMUP)

“BANGUN PERGERAKAN PEREMPUAN MELAWAN KAPITALISME, PATRIARKI DAN POLITIK NEO ORDE BARU
WUJUDKAN KESETARAAN, KESEJAHTERAAN DAN KEDAULATAN UNTUK RAKYAT”

(Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta, FBLP, Social Movement Institute, Perempuan Mahardhika)


International Womens Day (IWD) atau Hari Perempuan Se Dunia diperingati setiap tanggal 8 Maret. Peringatan momentum ini memiliki sejarah yang panjang. Di awal abad 20, perempuan terus menuntut hak-hak politik, hak kondisi kerja di pabrik, jam kerja yang terlalu panjang, menghentikan pekerja dibawah umur dan perbudakan terhadap ras kulit hitam. Salah satu kemenangan yang dicapai adalah berlakunya 8 jam kerja dan penghentian mempekerjakan anak dibawah umur. Pada tahun 1910, konferensi Internasional Perempuan Pekerja digelar di Copenhagen, Denmark. Melibatkan 100 perempuan dari 17 negara. Clara Zetkin, perempuan sosialis asal Jerman mengusulkan agar seluruh negara memperingati hari perempuan se dunia pada tanggal yang sama. Tujuannya untuk memperkuat dan menyatukan kekuatan dalam menuntut hak-hak perempuan. Akhirnya, tanggal 8 Maret dipilih sebagai hari Perempuan Se Dunia.


Sejak reformasi bergulir 18 tahun, situasi perempuan di Indonesia tidak semakin membaik. Penindasan khusus terhadap perempuan semakin menguat. Diskriminasi, kekerasan seksual, komodifikasi tubuh perempuan, streotipe, beban ganda, pemiskinan, dan kontrol seksual dalam perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan di pemeritahan dan institusi agama langsung menyerang perempuan. UU Perkawinan sejak tahun 19974 hingga kini tidak direvisi, UU pornografi, UU kesehatan dan 282 peraturan daerah menjamur tak dicabut. Represi dan diskriminasi yang dialami oleh kelompok perempuan LBT juga terjadi dimana-mana. Sementara itu, kasus-kasus perkosaan dan perbudakan seksual masa lalu seperti Jugun Ianfu di zaman Jepang, GERWANI di tahun 1965, Marsinah, dan perempuan etnis tionghoa di kerusuhan Mei 1998 tak terkuak dan menguap begitu saja. Menurut Komnas Perempuan, setiap tahun kasus kekerasan seksual terus meningkat. Di daerah-daerah konflik seperti Papua, Poso, Maluku dan Aceh, pelaku perkosaan adalah aparat militer. Walau sudah menjadi teror dan ancaman bagi keselamatan perempuan, tidak membuat pemerintah bergegas mengambil tindakan yang tepat untuk meyelamatkan perempuan. alih-alih melindungi perempuan, pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak memberikan solusi bagi perempuan seperti tes keperawanan yagn diwacanakan misalnya oleh DPRD Jember dan MUI setempat. Kesemua penindasan khusus terhadap perempuan di atas disebabkan oleh sistem bduaya masyarakat yang patriarki. Menempatkan perempuan sebagai manusia kelas nomer dua. Perempuan hanyalah dipandang sebagai konco wiking.

Selain penindasan khusus oleh patriarki, perempuan juga mengalami eksploitasi oleh sistem kapitalisme. Sistem ekonomi yang sudah mendunia ini merampas keuntungan nilai lebih yang dihasilkan oleh buruh termasuk buruh perempuan. ini menyebabkan segilintir orang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tersingkir. Perempuan adalah korban mayoritas di indonesia atas sistem ini. Kapitalisme di Indonesia cukup fleksibel menyesuaikan diri dengan masyarakat yang kental patriarki. Dampak dari kapitalisme adalah salah satunya adalah upah murah dan diskriminasi upah yang dialami buruh perempuan. Tidak hanya itu, elaborasi keduanya membuat perempuan tersingkir dari dunia pendidikan yang mahal. Angka kematian ibu (AKI) yang meningkat dan kanker serviks yang terus membunuh perempuan dikarenakan akses terhadap kesehatan yang sudah dineoliberalisasikan. Di sisi lain, ekspansi kapitalisme dalam akumulasi primitif di daerah-daerah mengakibatkan tak terhindarnya politik perampasan tanah. Penguasa dengan kaki tangannya aparat militer dan pengusaha rakus merampas tanah-tanah rakyat. Di Rembang, ibu-ibu keluar rumah rela tinggal di tenda-tenda berhadap-hadapan dengan militer bersenjata lengkap demi menghadang dan melawan penggusuran lahan-lahannya.

Kami melihat bahwa persoalan perempuan saat ini diakibatkan oleh Kapitalisme, Patriarki dan Militerisme. Untuk itu, Aliansi Mahasiswa Untuk Perempuan menyerukan dan menuntut:
1.       Usut tuntas kasus pelanggaran HAM masa lalu terhadap perempuan
2.       Cabut UU dan Perda-perda yang diskriminatif dan menyerang tubuh perempuan
3.       Tuntut pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas
4.       Usut tuntas kasus kekerasan seksual terhadap perempuan
5.        Hentikan genosida di Papua
6.       Lawan politik upah murah
7.       Lawan politik perampasan tanah rakyat
8.       Berikan cuti haid, cuti hamil dan melahirkan bagi buruh perempuan

Demikian pernyataan sikap kami, ayo perempuan seluruh Indonesia dan gerakan rakyat bersatu lawan segala bentuk penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan. Bangun gerakan perempuan yang kuat dan solid hancurkan musuh-musuh demi mewujudkan kesejahteraan, kesetaraan dan kedaulatan bagi seluruh Rakyat.

Koordinator Lapangan


Iroy Mahyuni