“BANGUN
PERGERAKAN PEREMPUAN MELAWAN KAPITALISME, PATRIARKI DAN POLITIK NEO ORDE BARU
WUJUDKAN
KESETARAAN, KESEJAHTERAAN DAN KEDAULATAN UNTUK RAKYAT”
(Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta, FBLP, Social Movement Institute, Perempuan Mahardhika)
International Womens Day (IWD) atau Hari
Perempuan Se Dunia diperingati setiap tanggal 8 Maret. Peringatan momentum ini
memiliki sejarah yang panjang. Di awal abad 20, perempuan terus menuntut
hak-hak politik, hak kondisi kerja di pabrik, jam kerja yang terlalu panjang,
menghentikan pekerja dibawah umur dan perbudakan terhadap ras kulit hitam.
Salah satu kemenangan yang dicapai adalah berlakunya 8 jam kerja dan
penghentian mempekerjakan anak dibawah umur. Pada tahun 1910, konferensi
Internasional Perempuan Pekerja digelar di Copenhagen, Denmark. Melibatkan 100
perempuan dari 17 negara. Clara Zetkin, perempuan sosialis asal Jerman
mengusulkan agar seluruh negara memperingati hari perempuan se dunia pada
tanggal yang sama. Tujuannya untuk memperkuat dan menyatukan kekuatan dalam
menuntut hak-hak perempuan. Akhirnya, tanggal 8 Maret dipilih sebagai hari
Perempuan Se Dunia.
Sejak reformasi bergulir 18 tahun, situasi
perempuan di Indonesia tidak semakin membaik. Penindasan khusus terhadap
perempuan semakin menguat. Diskriminasi, kekerasan seksual, komodifikasi tubuh
perempuan, streotipe, beban ganda, pemiskinan, dan kontrol seksual dalam
perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan di pemeritahan dan institusi agama langsung
menyerang perempuan. UU Perkawinan sejak tahun 19974 hingga kini tidak
direvisi, UU pornografi, UU kesehatan dan 282 peraturan daerah menjamur tak
dicabut. Represi dan diskriminasi yang dialami oleh kelompok perempuan LBT juga
terjadi dimana-mana. Sementara itu, kasus-kasus perkosaan dan perbudakan
seksual masa lalu seperti Jugun Ianfu di zaman Jepang, GERWANI di tahun 1965,
Marsinah, dan perempuan etnis tionghoa di kerusuhan Mei 1998 tak terkuak dan
menguap begitu saja. Menurut Komnas Perempuan, setiap tahun kasus kekerasan
seksual terus meningkat. Di daerah-daerah konflik seperti Papua, Poso, Maluku
dan Aceh, pelaku perkosaan adalah aparat militer. Walau sudah menjadi teror dan
ancaman bagi keselamatan perempuan, tidak membuat pemerintah bergegas mengambil
tindakan yang tepat untuk meyelamatkan perempuan. alih-alih melindungi
perempuan, pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak memberikan solusi
bagi perempuan seperti tes keperawanan yagn diwacanakan misalnya oleh DPRD
Jember dan MUI setempat. Kesemua penindasan khusus terhadap perempuan di atas
disebabkan oleh sistem bduaya masyarakat yang patriarki. Menempatkan perempuan
sebagai manusia kelas nomer dua. Perempuan hanyalah dipandang sebagai konco wiking.
Selain penindasan khusus oleh patriarki,
perempuan juga mengalami eksploitasi oleh sistem kapitalisme. Sistem ekonomi
yang sudah mendunia ini merampas keuntungan nilai lebih yang dihasilkan oleh
buruh termasuk buruh perempuan. ini menyebabkan segilintir orang kaya semakin
kaya dan yang miskin semakin tersingkir. Perempuan adalah korban mayoritas di
indonesia atas sistem ini. Kapitalisme di Indonesia cukup fleksibel
menyesuaikan diri dengan masyarakat yang kental patriarki. Dampak dari
kapitalisme adalah salah satunya adalah upah murah dan diskriminasi upah yang
dialami buruh perempuan. Tidak hanya itu, elaborasi keduanya membuat perempuan
tersingkir dari dunia pendidikan yang mahal. Angka kematian ibu (AKI) yang
meningkat dan kanker serviks yang terus membunuh perempuan dikarenakan akses
terhadap kesehatan yang sudah dineoliberalisasikan. Di sisi lain, ekspansi
kapitalisme dalam akumulasi primitif di daerah-daerah mengakibatkan tak
terhindarnya politik perampasan tanah. Penguasa dengan kaki tangannya aparat
militer dan pengusaha rakus merampas tanah-tanah rakyat. Di Rembang, ibu-ibu
keluar rumah rela tinggal di tenda-tenda berhadap-hadapan dengan militer
bersenjata lengkap demi menghadang dan melawan penggusuran lahan-lahannya.
Kami melihat bahwa persoalan perempuan saat
ini diakibatkan oleh Kapitalisme, Patriarki dan Militerisme. Untuk itu, Aliansi Mahasiswa Untuk Perempuan
menyerukan dan menuntut:
1.
Usut
tuntas kasus pelanggaran HAM masa lalu terhadap perempuan
2.
Cabut
UU dan Perda-perda yang diskriminatif dan menyerang tubuh perempuan
3.
Tuntut
pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas
4.
Usut
tuntas kasus kekerasan seksual terhadap perempuan
5.
Hentikan genosida di Papua
6.
Lawan
politik upah murah
7.
Lawan
politik perampasan tanah rakyat
8.
Berikan
cuti haid, cuti hamil dan melahirkan bagi buruh perempuan
Demikian pernyataan sikap kami, ayo perempuan
seluruh Indonesia dan gerakan rakyat bersatu lawan segala bentuk penindasan dan
eksploitasi terhadap perempuan. Bangun gerakan perempuan yang kuat dan solid
hancurkan musuh-musuh demi mewujudkan kesejahteraan, kesetaraan dan kedaulatan
bagi seluruh Rakyat.
Koordinator
Lapangan
Iroy
Mahyuni